Indeks penderitaan rakyat (social and economics vulnerability index)

#2019gantiPresiden, bagi nalar politik linear mereka mesti pendukung kubu penantang (prabowo), bagi nalar yg lebih ruwet ini dimensi ketidakpuasan, perkara soal apa itu, bisa kita rasionalitaskan mungkin dg survei indeks penderitaan rakyat. Saya tak tau pula apa kerangka dan metodenya (bisa kita diskusikan kalau proyeknya sudah ada, atau minimal ada yang berminat atau pasti sudah banyak cerdik cendikia yang bisa membuat instrumennya), tp ini mesti disurvei justru oleh tim presiden (KSP mungkin.. hehehe) sbg langkah evaluatif.

Jika tuduhannya, 2019 ganti presiden ini karena isu-isu hoaks tak bertanggung jawab, bisa jd benar bisa jd tidak, apalagi jika dituduh ini sebatas “populisme kanan rasistik” ini jua tidak bertanggung jawab secara teori dan hipotesis apapun.

Ada kemungkinan ketidakpuasan ini berakar dari kondisi riil dilapangan yg kemudian dimanifestasikan menjadi kegaduhan masal, misal; sulitnya mencari pekerjaan, naiknya harga kebutuhan pokok dan bbm, angka putus sekolah, atau barier stagnansi kelas menengah, dan sebagainya. Penguraian atas problem ini penting, meski jika hasil survei diumumkan menguntungkan lawan, tapi secara prinsip akan menguntungkan petahana, ada waktu utk melakukan sinkronisasi dan pembenahan termaduk perbaikan, sekaligus menyiapkan platform agenda kebijakannya pasca terpilih kembali.

Demokrasi indonesia ini unik, dilakukan secara langsung dg jangkaun 180jtan penduduk dewasa dan dilakukan di wilayah kepualauan yg memiliki akar kontruksi budaya sosial, ekonomi dan politik yg berbeda.

Bisa jd ketidak puasan politik pd presiden sbnrnya hasil ketidak efektifan pemerintah daerah tp berkat media sosial yg cepat, aspek literasi yg rendah, ketertutupan akses politik lokal maka akhirnya ditumpah ruahkan pd kekecewaan makro pd pemerintahan nasional di bawah presiden. Tentu dlm logika politik patron seperti di desa, memprotes yg jauh lbh minim resiko drpd memprotes yg dekat dg segala hegemoninya. tapi bisa jd juga sebaliknya ini memang tidak berjalannya kebijakan pemerintah sampai daerah, tidak adanya skema insentif and punishment untuk memaksa daerah ikut bekerja.

Dalam dimensi inilah pemetaan kondisi kesejahteraan scra terbalik dg melihat penderitaanya atau mgkn lbh halus kerawanan sosial dan ekonominya menjadi penting dan bisa jd kajian serius, melebihi sebatas indeks kepuasan politik semata. Memang BPS sudah punya survei tahunan tentang hapiness index tetapi cukup sulit membayangkan model kebahagiaan dan kesejahteraan bagi sebagaian masyarakat tp begitu mudah mengidentifikasi vulnerabilitasnya..

Ingat, rakyat indonesia notabene bukan pendendam dan mudah memaafkan!


Penulis : Hafidz Arfandi