Memposisikan Pluralisme Secara Proporsional

Demokrasi modern menempatkan pluralisme sebagai bagian penting dalam sebuah bangsa, demokrasi meniscayakan bahwa demokrasi yang sehat hanya akan terbangun dengan kehadiran pluralisme di dalamnya. Secara diskursus memang masih terdapat perbedaan pandangan dalam memahami pluralisme, perbedaan itu terkait dengan batas pluralisme itu sendiri, bagi kelompok tertentu pluralisme dianggap sebuah istilah yang sarat kepentingan kuasa, bagi kelompok ini istilah yang lebih tepat seharusnya bukan pluralisme tapi pluralitas, pada dasarnya tidak ada yang salah dengan pandangan ini, dalam konteks diskursus wacana, pengetahuan hampir tidak pernah lepas dari intervensi “kuasa” khususnya saat kita memahami kuasa dalam arti luas, bukan sekadar kuasa yang bergerak dalam struktur formal.

Terlepas dari perbedaan pandangan tersebut, pluralisme dalam kaitannya dengan upaya penghargaan terhadap keberagaman adalah penting. Untuk kasus Indonesia yang tingkat keberagamannya sangat tinggi, khususnya dari segi budaya dan tradisi, maka perlu lahir sebuah sikap yang mampu menjamin keberagaman tersebut, hal ini dibutuhkan agar tidak ada kelompok tertentu yang dikorbankan di bumi nusantara, nusantara merupakan rumah besar bagi semua suku bangsa dan golongan yang menghuni Indonesia, pada bagian ini sebenarnya tidak tepat lagi mengangkat isu mayoritas dan minoritas, justru isu yang lebih tepat diangkat adalah menyatu dalam keberagaman.

Ketika pluralisme murni dikaitkan dengan upaya pengharagaan hak semua suku bangsa dan golongan, maka hal itu sama sekali tidak menimbulkan masalah, masalah kemudian terjadi karena belakangan ini pluralisme ditafsirkan dengan sangat liar, muncul kelompok tertentu di Indonesia yang berupaya menggiring pluralisme kepada ruang kebebasan tanpa batas, pada posisi ini pluralisme dijadikan sebagai bahan pembenaran dari berbagai aksi yang justru melanggar nilai kehidupan di negeri ini, baik itu nila hukum, agama, termasuk budaya. Mereka yang konsisten memperjuangakan sebuah nilai melalui jalur hukum dituduh anti pluralisme, mereka yang bersuara karena memperjuangkan nilai agamanya langsung dhakimi anti pluralisme, pluralisme dengan model seperti ini sesungguhnya telah keluar jalur, pluralisme dengan bentuk seperti ini merupakan pertanda bahwa pluralisme telah dibajak oleh kelompok tertentu demi kepentingan kelompoknya. Yang lebih parah karena kelompok ini biasanya merasa diri paling pluralis, padahal secara sikap tindakan mereka justru membunuh pluralisme itu sendiri.

Dalam konteks budaya dan tradisi, nilai budaya dan tradisi kita yang telah menjadi identitas bangsa, sedang terancam oleh sepak terjang kelompok di atas, betapa tidak, hal-hal yang digaungkan oleh kelompok ini, dalam banyak kasus justru bertentangan dengan nilai dan tradisi yang sudah menjadi identitas kebangsaan kita, hal-hal yang mereka gaungkan kemudian berupaya dipaksakan hidup dalam alam kebangsaan kita, hal itu sama saja dengan mengorbankan nilai budaya dan tradisi yang jauh waktu sudah menjadi identitas kebangsaan kita, sungguh miris, pluralisme yang awalnya dimaksudkan untuk menjamin keberagaman budaya dan tradisi, justru digunakan untuk membunuh nilai budaya dan tradisi tersebut. Masyarakat Indonesia tidak boleh latah dalam memperlakukan pluralisme dalam tataran praktis, perlu ada kesepahaman bahwa pluralisme dalam konteks Indonesia benar-benar konsisten berdiri di atas prinsip penghargaan terhadap keberagaman, bukan menyuarakan suatu nilai keberagaman sambil menginjak nilai keberagaman yang lain.[]

Penulis: Zaenal Abidin Riam, Ketua Komisi Intelektual dan Peradaban PB HMI MPO