Menarik Etos “Lafran Pane”

Pada awal-awal tahun 1947, Bang Lafran Pane (sapaan akrabnya saat itu) mahasiswa tingkat I pada Sekolah tinggi Islam (STI) mulai menulari gagasan-gagasan visionernya pada rekan-rekan sekuliahnya, gagasan yang terbilang langka, sebab di umur kemahasiswaan yang masih belia, ia telah berfikir tua. Siapa sangka dibalik tubuhnya yang ringkih, kerdil sekaligus dekil ini, tergagas selaksa konsep besar dalam nalarnya. sebuah “poros baru” untuk dunia kemahasiswaan.

Lahir pada tanggal 5 Februari 1922 di padang sidempuan, kecamatan sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.[2] Lafran kecil adalah sosok yang rendah diri sekaligus penyendiri. Pikirannya tertutup dan menjadi sangat sulit dipahami bahkan oleh ayahnya sekalipun. Sifatnya itu meng-ada dimulai saat ibu kandungnya meninggal di usianya yang masih dalam buaian. Lafran dipaksa berfikir sendiri-mandiri disaat serbuan perilaku anak-anak dipenuhi hangatan orang tua. Ia tumbuh dari hasil rawatan akal mandirinya. Lafran membesar, bekas kerasnya suasana penjajahan yang menikam dan sarat eksploitasi. Meski demikian, Lafran kecil tetap bersyukur, ia tetap rutin menghamba ilmu dari wejangan-wejangan agama tradisional asal gurunya kala itu, mengajarinya “sifat dua puluh” ditambah, yang dalam bahasa tapanuli disebut “Alif-Alif” sebelum benar-benar masuk kedalam dunia pendidikan formal[3] yang membuatnya cukup “gila” dalam mencari Tuhan setelahnya. Sosoknya sebagai anak kampung membuatnya berang dengan ketertindasan, dipenuhi agresifitas, sedikit jenaka, bengal dan tentunya sangat analitik. Lafran tumbuh menjadi sangat bersemangat.

Lafran Besar adalah si keras kepala, kepalanya memang lunak tapi isinya bait-bait revolusi. Apa yang dikehendaki, sebisanya ia penuhi. selagi masih waktu bernyanyi ia langsung tancap, lahap, dan menghabisi tugas yang telah ia rancangi sendiri. Lafran cukup buas dalam pemikiran dan tindakan, bahkan pada keyakinan dan impian-impian ia telah menjadi sangat bebal, sangat keras kepala dan sekaligus juga sangat bersemangat, ia jelas melampaui Zaman dan rekannya. Pada usianya yang relatif muda, pada saat-saat mahasiswa sebayanya berpesta pora, bermain wanita dan gandrung dengan kesenangan relatif-imitatif. Ia sangat berbeda, berfikir tentang ke-universal-an, religiustik dan antusias dalam kemerdekaan. Pesonanya pada nasionalisme, membuatnya aktif dalam medan bela Negara, mengangkat bedil-bedil senapan demi mengusir ulang penjajah dari bumi nusantara. Lafran juga dikenal sebagai figur yang “berontak”, dahulu pada kejadian yang mengusik kaum proletariat nalarnya teriak. Ia meladeni perkara kemanusiaan dengan akalnya bukan dengan nafsunya. Ia singkatnya salah seorang tokoh gerakan yang paling berisik di zamannya.

Perjalanan hidup sang Lafran bagai ombak besar di lautan, menggulung lalu terhempas dan kadang surut tak menentu. Narasinya menuai beragam dinamika dan fluktuasi. Malang melintang sampai akhirnya tersungkur di Batavia akibat ajakan abangnya, Armijn pane dan Sanusi Pane.[4] Sempat bekerja di instansi pemerintahan, sebelum akhirnya memilih bersekolah. Dalam ruang kampus, Dijejalinya ruh kemahasiswaan dengan “sadarnya”. dari sanalah horizon budinya menuai tempat dan ia-setelahnya, mulai berfikir berkemajuan. Sebuah medium baru bagi pemikiran kritis Lafran Pane yang kelak menggiringnya pada perenungan esensial perihal Himpunan Mahasiswa Islam.

HMI dan Etos Lafran Pane.

HMI didirkan pada 5 Februari 1947, tanggal yang seumur dengan kelahiran beliau, ayahanda Lafran Pane. Pada mulanya, sang Lafran berkelindan asa yang menggurat di atas nadinya, Ia sedang gusar. ditengoknya kondisi kekampusan yang politis-polarisatis akibat implementasi system pendidikan berciri komunis yang buatnya geram dan sedikit pitam. Apalagi etik kebatinan (spiritual) pada mahasiswa muslim kalanya yang sedikit meredup, memuai dan menjadi anomali akibat serangan budaya hegemonik yang menggeliat, semakin mengubah gumamnya menjadi teriak. Akhirnya, nalarnya memerah, berkecamuk, dan lalu terbakar. Dimanfaatkannya jam perkuliahan tafsir hadits kala itu, lalu mengumumkan pendirian orgnasasi Islam pertama bersama belasan rekan-rekannya. Maka setelah itu, HMI lahir meliihat dunia.

Dalam usahanya membesarkan HMI Lafran pane adalah sosok yang paling dihormati, bukan saja sebab ia sang pendiri tapi juga karena ia tungku kebaikan. Lafran memperlihatkan kegemukan berfikirnya. Dalam masa-masa dimana HMI mendapatkan lawan, ia tetap rasionalis, mempertahankan independensi oraganisasi yang dibuat dengan akalnya. Musuh tidak lantas dijauhi, ia tetap membangun garis kemanusiaan yang disebutnya universal dalam diri setiap ciptaan. Baginnya, doktrin ideologi sajalah yang beda, lebihnya kemanusiaan tetaplah satu-seragaman-universal.

Akibat optimismenya, Lafran terlihat cekatan dalam membangun pilar-pilar keHMIan. Ia yang mandiri, menonjol pada pendirian, teguh dalam berkeinginan dan cita-cita, adalah kekayaan shopia Lafran dalam membangun peradaban KeHMIan di awal-awal karirnya. Terbukti dalam sejarah, militansi lafran sangatlah mengental, berbagai usaha mengembang-besarkan HMI dia lakoninya dengan penuh mental. Bahkan dalam kumpulan-kumpulan tulisannya, ia kerap menyebut HMI sebagai alat perjuangan ummat Islam, yang menurutnya harus dibina dan dikembangkan dengan penuh kesungguhan, teratur dan terencana.[5] Sosoknya yang keras kepala sedari remaja, menghantarnya berkemauan kuat dan tidak gampang menyerah. Lafran kemudian menghayal, dan pada suatu masa Lafran memuncaki angannya, angan akan kemaha-besaran organisasi penyambung “lidah rakyat” dengan “perut penguasa” tersebut. Lafran dalam harapnya, mengingini HMI bukan saja sekedar perhimpunan mahasiswa Islam namun juga katalisator bagi harapan masyarakat Indonesia seluruhnya.

Etos lafran tak lantas bermuara dini, pada fase-fase perkembangan HMI selanjutnya, ia tetap memainkan senar. Meski beliau tak lagi dalam lingkaran struktural, Lafran tetap andil hampir dalam semua bentuk kegiatan, sebut saja dalam pembentukan cabang baru di sekitarnya. Lafran bersama para kawan dan puluhan kader juniornya bergerak ke berbagai wilayah membangun jejaring-jejaring baru yang lebih luas dari sebelumnya. Di suasana heroik kala itu, lafran tetap merajut asa, dihabisinya soal-soal pelik pelilit jalannya merintis cabang dengan penuh cinta. Semangatnya yang tak pernah pudar, menggiringnya pada keberhasilan HMI di zaman-zaman berikutnya. Terbukti, akibat etosnya yang menggurita, Lafran kini menuai hasil mengesankan, kadernya hampir mengisi semua pos-pos kerja yang ada, dan yang lebih hebat, sebahagian besar fase-fase perkembangan bangsa Indonesia didesain oleh kader-kader aktif Himpunan Mahasiswa Islam. Sang Lafran dalam sejarahnya, menghikmahi, ulet, totalitas dan tentunya lumbung cinta.

Cinta Lafran tak berakhir sampai disitu, Lafran Tua, dalam usaianya yang menua, tetap menengok HMI. Meski pensiunan HMI ini lebih sering berdiam diri di rumah namun Lafran Pane tetap mengikuti geliat HMI, mengintip dari sela-sela ubin jendela. Dan bila Kongres, atau semisal acara HMI lainnya, diundang atau bahkan tidak, jika beliau sehat serta berkesempatan Lafran Pane biasa hadir dan agak awal dari lainnya.[6]

Militansi lafran sekaligus lafran itu sendiri. Telah meniscaya dan menjadi penanda keber-ada-annya. Dia tetap ada sampai waktu menutup usianya. sang Lafran tegasnya, adalah sesempurna pribadi etik namun penuh etos juangan. Tak heran jika tokoh semisal yudi latif menaruh hormat dan mulai “angkat topi” padanya. Lafran menurutnya, layak diklaim sebagai generasi ketiga intelegensia muslim Indonesia yang disejajarkan dengan Tjokroaminoto, Agus Salim, M. Natsir, M. Roem, Kasman Singodimedjo, Nurcholis Madjid, dan Djohan Effendi. Sebagai generasi pertama, kedua dan keempat.[7]

Tulisan ini tepatnya mengandung unsur provokatif, memakasa dan tentunya menyadarkan. Darinya penulis melambungkan harap, kelak aksi-aksi keHMIan berikutnya menjadi penuh semangat dan progresif, lantang sekaligus massiv, militan dan tentunya penuh cinta. Semoga pembaca terprovokasi oleh sirah etosnya Lafran Pane, lalu menyekar sari-sari perjuangan beliau di tengah gelombang krisis juang yang membanjiri pemikiran ribuan kader di nusantara. Semoga bermanfaat.! Salam Hijau Hitam.! Yakin Usaha Sampai.!

Akbar A

Penulis adalah Ketua Umum HMI Cabang Palopo Periode 2014-2015

 

Rujukan:

[1]http://m.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/15/12/17/nzhq4716-dimensidimensi-lafran-pane/

[1]http://axlnejad.wordpress.com/2014/08/20/riwayat-hidup-tokoh-hmi-prof-drs-lafran-pane/

[3]Hariko wibawa satria, Lafran pane; jejak hikayat dan pemikirannya ; lingkar,Cet.II. februari 2011.

[4] http://axlnejad.wordpress.com/2014/08/20/riwayat-hidup-tokoh-hmi-prof-drs-lafran-pane/

[5] Ibid.

[6] Yudi latif, Intelegensia Muslim Dan Kuasa: geneologi intelegnsia muslim Indonesia abad ke-20, hal. 502.