Menuju Kedaulatan Energi Indonesia

4.1.1

Dalam diskusi Kedaulatan Energi, Kamis, 3 Oktober 2013 di secretariat HMI cabang Sleman bersama Mas Didit Putra Kusuma, beliau adalah Mahasiswa Geologi, FT UGM, Presiden Association American Petroleum Geology (AAPG), dan Junior Researcher Geology UGM, setidaknya bisa dirangkum sebagai berikut:

pertama, masalah krusial dari Energi kita adalah ketiadaan komitmen pemerintah untuk memperkuat Pertamina (Oil Company), PGN (Gas Company) dan Elnusa (service Company), Pemerintah tidak cukup berani memberikan porsi yang besar untuk mengembangkan BUMN di sektor Migas, adapun sejarah masa lalu di zaman Ibnu Soetowo, kegagalan Pertamina sektor migas bukan karena sistemnya, melainkan karena miss management, hasil dari boom oil bukan untuk eksplorasi melainkan lebih banyak digunakan untuk investasi non migas, mulai dari investasi industri strategis lain (termasuk IPTN, hingga untuk pemenuhan logistik angkatan bersenjata) sehingga perlu dipikirkan ulang untuk mengembangkan Oil Company dan Service Company dari BUMN, bisa dengan memperkuat yang sudah ada tau membuat BUMN baru untuk mitra tanding pertamina di satu sisi setahap demi setahap kita kurangi porsi ketergantungan kita pada oil company dan service oil company asing,

Kedua, masalah krusial di dalam menejemen migas indonesia adalah masalah birokrasi, pertama, data-data tentang lapangan migas tidak terdokumentasikan dg baik, begitu juga dg data-data tentang produksi dan cadangan migas nasional, dibandingkan dg di AS misalnya, data2 geologi ttg lapangan migas bisa diakses publik (researcher dan akademisi ) setelah 10 tahun, dg begitu pengembangan skill teknis di lembaga pendidikan bisa berkembang, kedua, oil company BUMN di indonesia career development nya jelek, tenaga-tenaga profesional muda tidak dikembangkan dengan baik, di satu sisi dari sisi finansial penghasilanya tidak kompetitif. Alhasil banyak tenaga potensial hijrah keluar atau memilih di oil company asing, ketiga, perlu dirumuskan kebijakan perbaikan sistematis baik di tubuh pemerintah dalam hal ini Ditjend Migas Kementerian ESDM, SKK Migas dan sekaligus Oil Company dan Service Oil Company nasional agar lebih baik dan bisa bersama-sama membangun industri migas indonesia secara mandiri (minimal dg langkah bertahap mengurangi ketergantungan dari luar)

Ketiga, Permasalahan rendahnya kebijakan mendorong eksplorasi sektor migas, sehingga cadangan terus menurun dan produktif relatif ikut turun, solusinya adalah perlu perencanaan sistematis untuk mendorong investasi pada eksplorasi terutama dg model unconventional “Shale Gas” eksplorasi langsung di source rock. dan Eksplorasi laut dalam, teknologinya baru dikuasai AS, yang sudah mengembangkan sejak 1970 dan baru berhasil th 2000, adapun indonesia baru riset thn 2011, tetapi dg menejemen yg baik kita bisa meminta AS untuk menjadi Service Company sedang operatornya tetap perusahaan nasional, sehingga perlu didorong perbaiakan kondisi Pertamina.

Keempat, khusus untuk kasus Block Mahakam yang dikelola Total, kemungkinan akan dibagi dua block produksi dan block eksplorasi, padahal di Mahakam potensinya sekitar 28 TCF dan baru diproduksi sekitar separuhnya, adapun kawasan delta mahakam sampai di kawasan lepas pantai selat makasar masih sangat potensial sehingga jika pertamina hanya mendapatkan block produksi sama saja mendapatkan sisa saja, sedangkan eksplorasi akan dikuasai oleh asing. Perlu pengaturan yang lebih sitematis untuk memberikan porsi perusahaan BUMN di block Mahakam, begitu juga di block-block lain yang hampir habis di Sanga-sanga, Siak, dan lain-lain

Kelima, di blok Mahakam juga mengandung potensi CBM (Coal Belt Metal ) gas batubara yang rendah carbon, dan untuk eksplorasi dan produksinya relative mudah, dan ini akan jadi nilai lebih blok Mahakam

Keenam, di sektor hilir pertamina kualahan karena kekurangan kilang minyak, dan ini perlu di dorong investasi untuk memenuhi kebutuhan produksi BBM dalam negeri. Kilang yang ada baru sekitar 7 kilang dengan kapasitas terbatas, berbeda dengan singapura yang tidak punya minyak, dan tetapi punya kilang untuk produksi.

Ketujuh, perlu skema control terkait anggaran di sektor migas, utamanya dari KPK untuk bisa membentuk tim khusus untuk Migas, sampai saat ini KPK hanya memiliki 7 orang untuk sektor sumber daya alam, (bukan hanya migas), ini sangat kurang, kedua pengawasan ketat harus dilakukan untuk cost recovery

Kedelapan, SKK Migas harus berubah menjadi BUMN, seperti di Norwegia, untuk memastikan SKK Migas bisa melakukan transaksi penjualan hasil produksi minyak nasional tanpa melalui trader.

Satu pemikiran pada “Menuju Kedaulatan Energi Indonesia”

  1. Sudah saatnya mewujudkan kedaulatan energi di Indonesia mengingat selama ini Indonesia masih terjajah oleh perusahaan-perusahaan asing di Indonesia dalam sektor energi. Dalam pemerintahan yang baru nanti bila Pak Prabowo Subianto menjadi Presiden RI 2014-2019 dapat mewujudkan kedaulatan energi di Indonesia.

Komentar ditutup.