Pertunjukan Akhlak Tokoh-tokoh HMI MPO dan DIPO

Bertemunya Eggi Sudjana dan Harry Azhar Azis Dalam Kongres HMI MPO XXXII di Kendari, Sulawesi Tenggara

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi mahasiswa dengan sejarah perjuangan yang sudah terukir besar dalam perjalanan Indonesia sampai saat ini. Tahun 1947, didirikan oleh seorang mahasiswa yang sederhana dalam hidupnya, tetapi tidak dengan pemikirannya akan Ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan, Prof. Lafran Pane namanya.

Tulisan ini lebih tepat diperuntukkan untuk kawan-kawan yang sudah mengikuti dan memahami perjalanan HMI. Khususnya soal pemisahan tubuh HMI menjadi dua yang terjadi pada tahun 1986. Secara singkat, pemisahan tersebut disebabkan oleh rezim Presiden Soeharto. Kala itu, ia menginstruksikan Pancasila sebagai asas seluruh ormas di Indonesia. Akibatnya, terjadilah pergolakan keras di tubuh HMI terkait masalah tersebut. Akhirnya, di tahun 1986, terbagilah HMI menjadi 2 poros.

Terdapat poros yang memilih untuk akhirnya menerima asas tunggal Pancasila menggantikan asas Islam, poros ini selanjutnya dikenal dengan HMI DIPO (karena markas besar kala itu berada di Jalan Diponegoro). Poros yang lain memilih untuk mempertahankan asas Islam dalam HMI karena menganggap pemerintah tidak berhak mengintervensi asas organisasi. Sebab, hal itu dinilai mengkhianati kebhinekaan Pancasila itu sendiri. Poros ini kemudian dikenal dengan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Cerita selanjutnya, silahkan kawan-kawan sambung sendiri sampai saat ini. Terlebih kader HMI, seharusnya sudah paham betul dinamika di berbagai tingkat struktural yang terjadi sekitar 35 tahun belakangan ini.

Setelah sekian lama menikmati, meresapi, bahkan tak jarang memaki kondisi dualisme organisasi HMI yang seringkali membingungkan kader-kader baru. Terjadilah momen bersejarah pada 1 Maret 2020, bertepatan dengan Kongres HMI MPO XXXII di Kendari, Sulawesi Tenggara. Momen itu ialah dipertemukannya Eggi Sudjana (Ketua pertama HMI MPO) dan Harry Azhar Azis (Ketua PB HMI sebelum berpisah) dalam forum HMI.

Untuk menyamakan pemahaman konteks, saya kira kawan-kawan perlu paham. Eggi Sudjana adalah tokoh yang keras menentang intervensi pemerintah yang dinilai membenturkan Pancasila dan Islam dengan memaksakan asas tunggal. Hingga pada puncaknya membuat Kongres HMI sendiri di Yogyakarta beranggotakan 16 Cabang. Mereka yang tergabung kemudian membentuk HMI MPO kala itu. Di sisi lain, Harry Azhar Azis merupakan ketua PB HMI sah kala itu yang memutuskan, mengikuti asas tunggal. Sekaligus memberikan surat pemecataan anggota kepada Eggi Sudjana.

Jadi, pertemuan keduanya di panggung HMI benar-benar memberikan rasa “aneh”, “salah tingkah” dan “heran” bagi segenap keluarga HMI. Tetapi, juga memberikan harapan baru bagi suasana dan arah pergerakkan HMI ke depannya.

baca juga Sewa Sprinter Jakarta

Pertemuan 2 Tokoh HMI Dipo Dan MPO, Akankah Bersatu
Pertemuan 2 Tokoh HMI Dipo Dan MPO, Akankah Bersatu

Hari Pertemuan

Hari itu benar-benar ditakdirkan spesial sejak pagi hari. Pagi harinya merupakan acara Pembukaan dan Stadium General Kongres yang menghadirkan Hamdan Zoelva (presidium MN KAHMI), Ali Mazi (Gubernur Sultra), dan puncaknya hadir pula Mahfud MD (Menkopolhukam RI). Semuanya ialah tokoh-tokoh besar HMI sampai saat ini. Dalam pidatonya, Hamdan Zoelva menekankan pentingnya penyatuan kekuatan besar umat Islam, HMI salah satunya. Selain memang kompetensi kader harus benar-benar jadi perhatian. Ia mengatakan sudah mengawal dan menyambut baik agenda rekonsiliasi HMI MPO dan DIPO hingga hari ini.

Melanjutkan hal tersebut, Mahfud MD juga menyambut baik niat tersebut. Ia menggambarkan hubungan HMI ini dengan analogi yang cukup indah, yaitu cerita Nabi Yusuf. Bagaimana ia memperlakukan saudara-saudaranya dengan baik meskipun pernah berkonflik. Intinya ialah baik, jika bisa bergabung. Tetapi, jika tidak bergabung, silakan masuk dari pintu manapun dan ajaklah saudara se-HMI masuk bersama. Artinya, lebur gap antar HMI MPO dan DIPO dalam konteks kolaborasi.

Puncak acara hari itu, saat dimulainya acara diskusi malam hari sekitar pukul 20.00 WITA. Pertemuan “hangat” Eggi dan Harry, yang ditandai dengan cipika-cipiki singkat antar keduanya. Dalam acara tersebut hadir pula Erwin M. Singajuru (generasi pendiri HMI MPO), beberapa ketua PB HMI MPO terdahulu seperti Chozin dan Puji Hartoyo, Awalil Rizky (ketua Kongres pertama dan kedua HMI MPO), Zuhad Aji (ketum PB HMI MPO periode berlaku), Arya Kharisma Hardy (ketum PB HMI DIPO periode berlaku), Arief Rosyid (Ketum HMI DIPO 2015-2017) dan beberapa tokoh lainnya.
Forum yang dihadiri oleh kedua belah pihak, sudah memiliki legitimasi kuat dalam membahas isu dualisme HMI.

Orasi Eggi menjadi pembuka acara diskusi pada malam itu. Ia melandasi gerakan HMI dengan mengingatkan kita semua untuk kembali ke Al-Quran, Sunnah dan banyak-banyak berinfaq. Memulai dengan masuk ke cerita dahulu masa-masa pemisahan, ia mengatakan bahwa MPO adalah Majelis Penyelamat Organisasi. Alhamdulillah, sampai saat ini organisasi ini sudah selamat. Dan, dengan bangga dicatat sejarah mampu konsisten dengan asas Islam. Meski berkonflik, ia mengatakan tidak “benci” dengan kawan-kawan DIPO, karena jika tidak ada Harry Azhar Azis saat itu yang memilih asa tunggal, bisa jadi HMI sudah dibubarkan secara konstitusional oleh pemerintah. Namun, nyatanya keduanya bisa eksis saat ini, sesuatu yang patut disyukuri.

Setelah itu, Harry melanjutkan dengan narasi yang senada. Ia mengatakan DIPO-MPO sudah tidak relevan, itu hanya permusuhan generasi lalu. MPO yang disebut-sebut penyelamat organisasi nyatanya organisasi ini sudah selamat dari segi intervensi asas dan kultur. DIPO juga sudah tidak relevan bukan hanya karena lokasi markas besar tidak lagi di Jalan Diponegoro (asal mula nama DIPO). Tetapi, juga karena HMI DIPO sudah kembali ke asas Islam semenjak runtuhnya rezim orde baru. Jadi, mereka berdua menyambut baik rencana bergabungnya HMI MPO dan DIPO meskipun semua keputusan diserahkan sepenuhnya kepada kongres.

Zuhad Aji, selaku moderator, memberikan kesempatan kepada beberapa tokoh lain yang hadir untuk ikut menyumbang pikiran. Silih berganti Erwin, Chozin, Awalil, Arief Rosyid dan Arya mengemukakan buah pikirannya. Terdapat beberapa poin tambahan yang cukup membukakan mata peserta forum.
Dalam pendapatnya, Chozin menegaskan bahwa fokus utama HMI MPO maupun DIPO seharusnya tidak lagi berkutat pada isu penyatuan. Tetapi lebih berfokus pada karya yang outputnya meningkatkan kompetensi kader HMI sehingga bisa berkontribusi nyata bagi bangsa. Hal ini pun diamini oleh Harry. Menurutnya, kebutuhan bangsa sekarang adalah ahli-ahli ilmu yang memiliki idealisme Islam yang kuat. Ia pun berharap, HMI bisa mengarahkan pengkaderan ke sana.

Tak ketinggalan, Awalil juga memberikan opsi-opsi pemikiran yang mencerdaskan forum. Ia mengatakan bahwa masalah utama HMI adalah menjadi menarik bagi calon kader untuk masuk ke HMI. Maka, apakah jika bergabung bakal tambah baik bagi HMI secara perkaderan? Daripada mengabiskan waktu untuk konsolidasi penyatuan, lebih baik energi kawan-kawan digunakan untuk memikirkan masalah itu. Bisa sesekali bekerjasama antara HMI DIPO dan MPO untuk meredakan ketegangan antar keduanya.

Menyoal akankah HMI DIPO dan MPO akan bergabung, Arief dan Arya juga menyerahkan sepenuhnya keputusan kembali kepada forum kongres. Jika memang biaya bergabung lebih mahal daripada benefit yang di dapat, maka mari kita bersama-sama fastabiqul khoirat dengan saling berkolaborasi.

Sebagai penutup rangkaian acara, terdapat pernyataan yang sangat monumental dan heroik dari Eggi dan Harry. Dengan berbesar hati, mereka menerima apapun keputusan forum. Bahkan, meminta maaf jika terdapat dosa sejarah yang dilakukan. “Maka, pertemuan bersejarah hari ini bukan berarti perlu untuk bergabung secara organisasi jika memang hambatan bergabung masih besar. Yang paling penting kader MPO tidak memusuhi DIPO atau sebaliknya”, ucap Harry.

Harry melanjutkan pernyataan yang menunjukkan kenegarawanannya. Ia mengatakan,”Jika memang seperti masih mengganjal di hati, biarlah kami (Harry dan Eggi) saja yang masuk neraka jika memang diperlukan. Meskipun kami minta doa kepada adik semua untuk diselamatkan dari sana. Kalaupun dinamika pada saat itu dianggap sebagai dosa sejarah, maka dengan basar hati kami memohon maaf sebesar-besarnya demi kemaslahatan fastabiqul khairat perbaikan bangsa ini”

Pertemuan Eggi dan Harry menunjukkan kearifan akhlak dari tokoh-tokoh bangsa ini yang patut dicontoh oleh seluruh kader HMI. Bagaimana mengakui kesalahan, menyampaikan pendapat perbaikan, bahkan saling kritik dengan santun terhadap gagasan. Sungguh pelajaran berharga.

Maka, perlukan kita bersatu? Sepertinya tenaga-tenaga kita lebih baik digunakan untuk membuat karya sebanyak-banyaknya untuk bangsa ini. Opsi kerjasama dan kolaborasi menjadi opsi paling kuat sampai malam itu. Bahkan diskusi diakhiri dengan bercanda satire “kalau bisa punya dua ketua PB dalam satu tahun, kenapa harus cuman satu”
Diikuti gelak tawa peserta forum setelahnya. Indahnya kebersamaan dan pertunjukkan akhlak malam itu.

Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan jalan-jalan dakwah kita.
Yakin Usaha Sampai !
Salam hangat kawan-kawan HMI di seluruh Indonesia.

Penulis: Gilang Fatihan
Ketua HMI Cabang Sleman 2019-2020