[Puisi] Di Ruang Itu …

Jangan tanya kenapa aku begitu romantis dan serba puitis..

ruang itu.. tempat dulu aku menaruh harapan

ruang itu.. tempat manusia-manusia awal tahun kuliah menaruh beribu mimpi

entah menjadi filsuf, menjadi sastrawan, menjadi manusia seutuhnya, atau sekedar mengobrak-abrik kemapanan kampus yang membosankan

ruang itu.. tempat pertama kali aku tersihir oleh senior yang menunjukkan padaku rahasia gerakan

sekarang ia lari dan mencoba menghamba pada perusahaan asing!

ruang itu.. penuh corat-coret jadwal, foto dinding, buku, skripsi, semua porak poranda..

ruang itu.. ruang penuh ke-genit-an, seperti cafe di Paris, memamerkan buku baru yang dicuri dari perpustakaan orang, memamerkan tulisan di koran yang hilang tak berbekas. semua pergi..

ruang itu.. kutemukan manusia-super genit malang melintang dalam dunia yang ia sendiri tidak tahu untuk apa ia ada.

perempuan itu, mempermasalahkan gender, mempermasalahkan semuanya, tabrak sana-sini, tak tahu arah. buku, artikel, film, musik yang di dengar, dibaca, diresapi hanya polesan make-up agar terlihat intelek. mungkin intelek, tapi bagi sebagian orang ia hanya genit. genit ria, colek sana sini tanpa prinsip. baginya dunia hanya manifestasi dari kenihilan. dan hidup hanya untuk bermain-main

ooh.. mau kemana kau perempuan-genit?

ruang itu.. kutemukan sosok pria yang sudah lepas dari keduniaan, pria yang diam, pria yang hidup ala “Jesus” dalam versi ke-zuhud-an nya maupun rupanya, tidak ada pesona narsis, yang ada adalah kesederhanaan.

ruang itu.. pencinta gunung yang tidak rela semeru disampahi oleh pendaki-pendaki murahan macam 5cm. garis tegas antara pendakian dan kecintaan terhadap alam diciptakan di ruang penuh sesak asap rokok. begitu bahagia walaupun masalah kelulusan sudah akut

ruang itu.. petualang politik berbicara tentang PEMIRA, tentang masa depan BEM, malu-malu tapi mau, pengabdian atau kekuasaan? bedanya tipis. sementara perempuan-perempuan lain di ruang itu asik dengan kehidupan pribadinya, sebagian dari yang banyak itu berbicara layaknya laki-laki tentang arti politik, tentang dunia kampus yang carut-marut tidak karuan, tentang si A begitu si B begini, seakan-akan masa depan organisasi mahasiswa bisa diputuskan di ruang publik bernama BURJO

ruang itu.. pria yang biasa ku kenal, duduk sendirian, tidak punya siapa-siapa, tidak dianggap apa-apa, mungkin lidahnya terlalu tinggi bagi anak seusianya, tak apalah setidaknya kau sudah mencoba tidur di karpet penuh putung rokok itu kawan!

ruang itu.. dapur tidak karuan, kamar mandi tempat pembiakan cacing, hingga pengusiran secara tidak hormat “landak-landak” yang begitu dicintai pemiliknya hanya karena bau yang tidak tertahankan. semua menjadi satu, dalam kebahagiaan asap kretek murahan, cerutu sosialis 30rb-an, dan bau tak sedap yang hinggar bingar dari balik jamban

perkara atap roboh itu sudah biasa, begitu puitis, roboh lagi, kurang-ajar, sekali lagi sebaiknya ruang itu dirobohkan..

ruang itu.. aku bangga menjadi bagian dari gemerlapnya cuap-cuap tentang Islam, politik, dan turunannya.

semoga ruang itu… tempat ide bertubrukan tetap memiliki jati dirinya, entah karena munculnya kegenitan perempuan, atau petualang-petualang politik yang tidak membekas sama sekali.

Yogyakarta, 6 Januari 2013 di ruang yang lain…

Bhima Yudhistira
Sekretaris Umum HMI Cabang Sleman 2012-2013