Kementerian BUMN Mau Dibubarkan?

Sleman (8-10)- Tulisan ini merupakan hasil kajian dari tim kajian HMI Komisariat UPN “Veteran” Yogyakarta yang sudah dipublikasikan sejak kamis, 1 Oktober lalu. Kajian ini menyoroti Kementerian BUMN yang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan publik, lantaran banyaknya skandal-skandal di dalam perusahaan plat merah tersebut. Mulai dari kerugian PT. Waskita Karya, PT. Asuransi Jiwasraya Tbk, PT. Danareksa, PT. Dirgantara, dan lainnya. Adapun untuk membaca hasil lengkap kajian tersebut, disini.

Mafhum memang bahwa belum lama ini Basuki Tjahaja Purnama atau akrab dikenal Ahok membeberkan usulannya untuk membubarkan Kementerian BUMN. Lantas, karena ucapan komisaris PT. Pertamina ini sontak membuat geger publik. Padahal, wacana mengenai pembubaran sejatinya bukan hal baru. Bahkan, sejak menteri BUMN (1998-1999), Tanri Abeng sudah mewacanakan pembubaran BUMN. Pasalnya, yang mestinya digadang-gadang bakal jadi sapi perah negara ini, justru dalam pelaksanaannya selalu membuat negara selalu menelan rugi.

Ketum HMI Komisariat UPN “Veteran” Yogyakarta, kanda Bagas dalam pembukaan LK 1, Dokumen Pribadi HMI Cabang Sleman

Tentunya, hal itu tidak dapat dinafikan karena tata kelola BUMN selama ini yang sangat jauh dari profesionalitas, dan tak jarang terjadi penyimpangan dan penyelewangan karena kurang pengawasan. Bahkan, yang ada malah pengelolaannya sarat akan politik sehingga tidak aneh kalau hasilnya malah berujung rugi. Karena itu, munculah ide dari Tanri Abeng kala itu, untuk mereformasi BUMN menjadi super holding yang dinamai Indonesia in Corporation, seperti Temasek milik Singapura.

Sayangnya, usaha untuk mereformasi tersebut berjalan sangat lambat, sehingga sampai sekarang malah jadi bancakan para politisi untuk meraup pundi-pundi uang. Karenanya, munculah kasus-kasus yang dialami oleh perusahaan-perusahaan BUMN yang menelan total kerugian hingga lebih dari 564 triliun rupiah. Oleh karena itu, pembentukan holding menjadi urgent dan mendesak untuk segera dilakukan supaya BUMN bekerja lebih efisien. Tentu menjadi catatan bahwa dalam pembentukannya harus tetap dalam pengawasan agar terbebas dari moral hazard dan penyimpangan yang menyebabkan liberalisasi yang overload.

Harapannya melalui holding ini tidak ada duplikasi fungsi BUMN sehingga memudahkan geraknya dan memotong alur birokrasi yang rumit. Hasilnya, setiap keputusan yang diambil selalu berorientasi pada bisnis dan kerja sama, sehingga gerak BUMN sesuai dengan niat awal didirikannya badan usaha tersebut. Simak lengkap kajiannya disini. (DH)